Ironi Pariwisata di Indonesia
Jaman sekarang, keluar negeri jauh lebih murah daripada jelajah dalam negeri. Ga percaya? Silahkan cek website website Airlines yang menyediakan penerbangan ke Singapura, Malaysia, Thailand, Vietnam. Harga tiket pulang- pergi bisa kurang dari 500 ribu rupiah bahkan tak jarang bisa gratis.
Coba sekarang kita liat ke sebelahnya. Ke rute Domestik dalam negeri.
Dari Jakarta ke Padang saja, yang jaraknya hampir sama dengan Jakarta- Kuala Lumpur, harga tiket one way saja sudah mencapai 700ribu keatas! Kalo ingin mendapatkan tiket pulang pergi, siapkan saja kocek 1,5 juta. Itu pun belum termasuk bekal hidup dan uang jajan disana. Tak heran wisatawan lokal lebih tertarik menghabiskan weekend di Malaysia yang lagi lagi, kalau beruntung, cukup membayar 75ribu rupiah maka tiket Pulang Pergi sudah di tangan.
Ironi memang. Masyarakat (termasuk saya pribadi) berlomba lomba memperbanyak cap di passport ketimbang berlomba lomba sejauh mana perjalanan ke timur Indonesia yang pernah kita kunjungi. Ke Singapura, Malaysia, Thailand bisa setahun 5x, tapi ke Indonesia, paling banter cuma ke Bali dan Lombok. Itupun terkadang masih jarang karena tingginya harga tiket.
Bisa dikatakan, keluar negeri pun, saya terpaksa. Terpaksa karena keterbatasan dana untuk menikmati yang namanya liburan. Terpaksa mencintai keindahan negara lain yang bahkan negara kita saya yakin jauh lebih indah
Ketika ditanya "tahu Raja Ampat atau lembah Baliem?" jawabannya kebanyakan hanya geleng geleng kepala. Padahal ketika pertanyaan itu diajukan, program Visit Indonesia Year sedang dikumandangkan.
Ya, Pariwisata di Indonesia hanya identik dengan Bali.
Itupun tidak semua masyarakat menjadikan Bali destinasi. Seringkali weekend mereka habiskan di puncak, Bandung, yang lagi lagi, seperti transmigrasi, macet pun jadi ikut ikutan ada di tempat tersebut karna hampir sebagian besar masyarakat Jakarta berlibur kesana. Solusinya? Lagi lagi, mereka memilih menghabiskan weekend di luar negeri. Selain dianggap "lebih murah", stress karna macet pun bisa terlupakan sejenak.
Tak sedikit loh masyarakat kita yang keluar dari kota mereka untuk mengunjungi kota lain di Indonesia, paling paling pas mudik lebaran mereka mau keluar kota. Itupun ke kota kelahiran.
Lalu, apa Dampaknya? Tidak lain ke nasionalisme masyarakat itu sendiri.
Sering saya dengar keluh kesah masyarakat kita yang terbiasa ke Singapura. Melihat bagaimana negara yang hanya seukuran Jakarta itu, namun mampu memiliki 23% hutan di negaranya. Bagaimana hebohnya negara itu ketika Orchard road dihadang banjir dan macet. Bagaimana mati lampu disana yang cuma beberapa jam sampai disebut dengan "The Great Black Out". Di negara kita, macet, banjir, mati lampu, sudah seperti teman sehari hari. Tagline "Serahkan pada ahlinya.." mungkin hanya janji palsu kampanye semata. Selebihnya, "akan kami usahakan..".
Kalau dibeginikan seperti ini terus, bukan tidak mungkin gejala "ingin pindah kewarganegaraan" yang ada didalam benak masyarakat semakin timbul. Memang terdengar seperti apatis dan pengkhianat bangsa, namun, gejala ini real dan ada didepan mata, teman teman!
Mungkin teman teman yang sering jelajah Indonesia bisa dengan mudah membantah pernyataan saya. Tapi saya menulis ini bukan karena saya benci Indonesia, bukan karena saya bangga suka jalan jalan keluar negeri. Tapi karna saya Malu ngaku sebagai anak Indonesia tapi belum pernah menapakkan kaki di Papua. Saya malu ketika ada turis asing bertanya dalam perjalanan saya di Laos "I believe your country has many beautiful temples beside Borobudur and Prambanan". Yeah, we do. Tapi jujur, saya ngga tau candi candi lain selain Borobudur dan Prambanan.
Saya juga sedih, mengunjungi Singapura hanya untuk menikmati Chinese Garden untuk sekedar berolahraga. Saya sedih kenapa di Jakarta taman kota pun sangat tidak public-friendly.
Miris! Coba liat bagaimana mesranya keluarga di hanoi. Setiap malem satu keluarga, muda mudi, kakek nenek, smua ngumpul di pinggiran danau hoa kiem. nge-bir, makan kuaci, ngemil es krim, curhat, arisan, pacaran..
rasanya "kekeluargaannya" sangat terasa.. Pinggiran danau bener bener dijadiin taman rakyat sama pemerintahannya..
di Indonesia, orang orang yang maen ke taman sering disalah artikan sbg org yg pengen mesum. duh..
Saya malu ada puluhan mal besar di Jakarta namun taman kota hanya sedikit. Bukan hanya tidak nyaman, tapi perasaan aman pun kadang sering menghantui. Tidak jarang tukang palak, jambret, dan copet mengintai.
Semoga saja ada Dinas Pariwisata yang tergerak membaca tulisan ini untuk menyadarkan dan mengembangkan kembali pariwisata kita. Munculkan tarif murah untuk rute nasional agar masyarakat Indonesia barat mengenal masyarakat Indonesia timur. Saya yakin, Pariwisata, jika dikelola dengan baik, akan mampu menghasilkan devisa bagi negara. Saya yakin, Indonesia kita, bisa!
p.s : adakah saran teman teman untuk memajukan pariwisata di Indonesia?
1 tahun yang lalu
12 Agustus 2010 pukul 04.41
hai.
salam kenal.
tulisannya Sangat menarik. :-)
Dan mungkin kita satu pemikiran.
Kalau tertarik, silahkan kunjungi situs http://peepIndonesia.com
Ya, ini cara Saya dan teman kecil-kecilan melakukan sesuatu buat negri. :-)
Mari bersama kita berbuat sesuatu.
PS: saat ini situsnya masih tahap beta. Mudah2an tanggal 17 Agustus nanti kita online. Silahkan berkunjung. :-)